Archive for the ‘SARA’ Category

Perlukah Agama Disebarkan?

Perlukah agama disebarkan? Pertanyaan ini sebenarnya agak sulit untuk dijawab dan jawabannya pun tidak akan bisa memuaskan semua pihak. Bisa jadi pertanyaan ini menyebabkan perselisihan atau pun perbedaan di tengah perbedaan yang sudah ada.

Bagi para maniak agama dan pemuja agama (bukan pemuja Tuhan), jawabannya pasti “Ya”. Dengan lantang dan penuh semangat, mereka akan menjawab seperti ini :

“Tentu saja agama harus disebarkan, dan agama sayalah yang harus disebarkan karena hanya agama saya yang paling benar”. “Di kitab suci saya, di ayat bla bla bla….” dan seterusnya.

Di muka bumi ini, mungkin hanya sedikit orang yang setuju bahwa agama tidak disebarkan (lagi). Maksud saya adalah pertanyaan ini dilontarkan untuk saat ini. Bukan zaman dulu dimana orang belum tahu apa itu agama dan banyak yang belum beragama.

Anda yang membaca postingan ini mungkin akan bertanya, “Lalu menurut anda gimana?”. Menurut saya, saat ini agama tidak perlu lagi disebarkan, kenapa? Karena saat ini, agama telah tersebar. Jadi agama tidak perlu lagi disebarkan, memangnya siapa lagi yang akan kita suruh beragama, karena semua orang telah beragama.

Kalau ada yang mencoba menyebarkan agamanya, pasti akan terjadi perpindahan dari suatu agama ke agama yang lain. Saya sendiri tidak mempersoalkan perpindahan agama selama tidak terjadi pemaksaan. Tetapi, dalam keadaan saat ini, dimana masih banyak sekali orang (pemuja agama) yang tidak rela melihat “saudara seiman” mereka pindah agama. Maka untuk meminimalkan perselisihan seperti itu apalagi sampai saling menghujat, maka sebaiknya para pemuka masing-masing agama tidak usah lagi menyebarkan agama mereka. Cukup agama menjadi urusan pribadi saja, urusan diri sendiri.

Ditambah lagi, bagi para penyebar agama, apakah mereka yakin bahwa agama yang mereka sebarkan itu menjamin kehidupan yang lebih baik? Apakah lebih baik dari agama yang telah dipeluk oleh seseorang? Karena toh pada dasarnya semua agama sama, memuja Tuhan dan memberikan kedamaian!

Saya bahkan ingin mengajak para pemuka agama, mungkin sedikit menantang, beranikah anda bicara di depan umat anda bahwa “Semua Agama adalah Baik”? Maukah anda mengajak umat anda dengan berkata “Mari kita hargai umat beragama lain karena mereka juga ciptaan Tuhan”. Kalau anda bisa melakukan itu, saya tidak akan sungkan untuk mengacungkan kedua jempol tangan saya untuk anda.

Gimana Pak Ustad, Pak Pastor, Pak Pendeta, Pak Mangku? Berani….?

Lahir Dengan Agama?

Ketika seorang bayi dilahirkan dari rahim ibunya, umumnya sang bayi sudah pasti akan beragama sama dengan orang tuanya, tanpa pernah meminta persetujuan pada si bayi apakah dia memang bersedia untuk menganut agama tersebut.

Terlepas dari kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya termasuk dalam beragama, maka sebenarnya si bayi atau anak tersebut tidak pernah mempunyai kesempatan untuk memilih suatu agama untuk dianutnya. Si anak hampir sudah pasti akan memeluk agama seperti agama keluarganya. Sangat jarang bahkan hampir tidak ada seseorang berpindah agama hanya karena dia berkeyakinan bahwa suatu agama lebih baik dari agama yang lain. Karena umumnya bagi seorang manusia, memeluk suatu agama otomatis memunculkan fanatisme pada agama yang dianutnya, bahkan akan dapat menimbulkan emosi jika ada agama lain mengkritisi agamanya.

Sejauh yang saya ketahui, alasan seseorang untuk berpindah agama adalah karena alasan perkawinan, yaitu calon suami atau istri memeluk agama yang berbeda. Namun ada juga yang tetap menikah tanpa berpindah agama dan tetap berbeda agama di dalam rumah tangga. Lalu bagaimana jika mereka memiliki anak? Awalnya akan ada kesepakatan untuk mengajarkan si anak salah satu agama orang tuanya, agama si ibu atau si bapak, dan setelah dewasa si anak dipersilahkan memilih suatu agama. Namun hal ini sangat jarang berhasil, umumnya keluarga seperti ini tidak bisa bertahan lama, kecuali si orang tua benar-benar menyadari bahwa semua agama sama saja, yaitu mengajarkan kebaikan.

Kembali ke masalah memilih agama, walaupun kita tahu agama memang bukanlah pilihan, kita memang dilahirkan dengan berstatus memeluk suatu agama. Mungkin belum pernah dibayangkan bagaimana jika fanatisme terhadap suatu agama bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan. Kemudian seorang anak misalnya dipersilahkan memeluk suatu agama ketika sudah cukup usia untuk memilih suatu agama. Sejak lahir sampai ketika dia akan memilih suatu agama, si anak tetap diajarkan tentang kebaikan dan diajarkan  pendidikan layaknya suatu agama.

Tentu saja hal ini sangatlah ekstrem dan hampir tidak mungkin untuk dilaksanakan. Semua pihak pasti tidak setuju dan menentang hal seperti ini, apalagi bagi mereka yang merasa bahwa “tidak semua agama sama”, bahwa “agama mereka lebih baik dari agama lainnya”,  dan berkata “kamu ngomong apa sih!!”.

Masyarakat saat ini memang tidak mungkin bisa menerima hal ini, apalagi di dalam negara yang masih ikut campur dalam urusan keagamaan. Juga di dalam masyarakat yang masih memiliki fanatisme terhadap agamanya, yang menganggap agama lain adalah musuh yang harus dimusnahkan, yang menganggap bahwa tidak ada agama lain di dunia ini.

Entah kapan kita bisa memiliki pemikiran sederhana bahwa agama itu tidak ubahnya seperti kendaraan yang akan membantu kita mencapai suatu tujuan dengan selamat. Jika kita mengendarai sebuah truk bersama puluhan orang, kita tidak bisa memaksa seseorang yang hanya menaiki sepeda dayung sendirian untuk ikut mengendarai truk tersebut, dan ingatlah pula bahwa dijalan raya juga tidak hanya ada truk, ada juga sepeda motor, becak, mobil, dan yang lainnya yang juga ingin sampai di tujuannya dengan selamat. Ketika berada di atas truk apalagi dengan puluhan orang, kita tidak boleh seenaknya menabrak pengendara motor hingga dia mati berkeping-keping.

Ingat, jalan mencapai tujuan itu adalah milik semua orang..